![]() |
Anggota keluarga saling berpamitan di akhir acara reuni tiga hari pada tahun 2018 di Pusat Gunung Kumgang yang kini telah hancur |
Pemerintah Korea Utara dikabarkan telah melarang lagu "Glad to Meet You" atau "Bangapseumnida", sebuah lagu yang selama ini dipandang sebagai simbol hubungan damai antara Korea Utara dan Selatan. Lagu yang dipopulerkan pada tahun 1991 oleh grup musik elektronik Pochonbo dari Jepang ini sering digunakan dalam pertemuan antar-Korea dan mencerminkan keinginan untuk mempererat hubungan, berbeda dari lagu-lagu Korea Utara lain yang biasanya penuh muatan ideologi.
Namun, larangan ini menjadi bagian dari tren terbaru di mana Pyongyang semakin menjauh dari Seoul. Langkah ini muncul setelah amandemen konstitusi tahun lalu yang menyebut Korea Selatan sebagai “musuh utama.” Sejak saat itu, Korea Utara telah melakukan berbagai langkah untuk menghapus jejak hubungan dengan tetangganya di selatan. Di antaranya adalah penghapusan penyebutan Korea Selatan dalam lirik lagu kebangsaan dan penghilangan wilayah Selatan dari peta cuaca di siaran televisi nasional.
Tindakan simbolik lainnya termasuk penghancuran Kawasan Wisata Gunung Kumgang yang dulunya menjadi lambang kerja sama ekonomi dan kemanusiaan antara kedua negara.
Berdasarkan analisis citra satelit yang dirilis oleh situs pemantauan 38 North, bangunan-bangunan yang dulunya dibangun oleh perusahaan Korea Selatan seperti hotel dan resort kini telah diruntuhkan, menyisakan hanya pondasi.
Kawasan ini sempat menjadi tempat pertemuan keluarga yang terpisah oleh Perang Korea, namun proyek tersebut terhenti sejak 2008 setelah seorang turis Korea Selatan ditembak karena melanggar batas area. Pada tahun 2019, Kim Jong Un menginstruksikan agar semua bangunan di kawasan itu dihancurkan.
Menurut Kim Sang-woo, mantan politisi Korea Selatan yang kini menjadi anggota Kim Dae-jung Peace Foundation, pemimpin Korea Utara tampaknya telah memutuskan bahwa hubungan dengan Selatan tidak lagi memberikan manfaat strategis.
Sebaliknya, Pyongyang kini aktif mempererat hubungan dengan Moskow. Rusia disebut telah menawarkan dukungan teknologi militer dan komitmen keamanan jika terjadi konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan atau Amerika Serikat.
Rah Jong-yil, mantan diplomat dan pejabat intelijen Korea Selatan, menilai perubahan sikap Kim bermula dari kegagalan pertemuan puncak dengan Donald Trump di Hanoi tahun 2019. Harapan Kim untuk pencabutan sanksi dan masuknya investasi pupus, yang memicu kekecewaan besar.
Sejak saat itu, Korea Utara semakin menutup diri. Komunikasi antara kedua negara nyaris tak ada. Sebagai contoh, pada Maret lalu, dua nelayan Korea Utara yang ditemukan di perairan Selatan menyatakan ingin kembali ke negaranya. Namun, upaya otoritas Korea Selatan untuk berkoordinasi dengan pihak Utara tidak mendapat respons sama sekali.
Rah menyimpulkan bahwa hubungan kedua Korea kini “benar-benar beku.” Pyongyang secara resmi memandang Seoul sebagai negara musuh yang tak bisa dipersatukan kembali.
Meskipun partai oposisi progresif diprediksi bisa menang dalam pemilu parlemen Korea Selatan pada Juni mendatang dan mencoba menjangkau Korea Utara, banyak analis meragukan bahwa Pyongyang akan tertarik untuk membuka kembali jalur dialog. Bagi Kim Jong Un, kerja sama dengan Rusia tampaknya dianggap lebih menguntungkan secara strategis.